Jakarta, – Syahrial Alamsyah (SA) alias Abu Rara anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) menyerang dan menusuk perut Menkopolhukam Wiranto di Alun-alun Menes, Pandeglang, setelah meresmikan Gedung Kuliah Bersama di Universitas Mathla’ul Anwar, Kamis (10/9/2019) siang.
CELEBES TOP NEWS – Densus 88 Antiteror sudah memantau Syahrial Alamsyah alias Abu Rara sebelum terjadi insiden penusukan Menkopolhukam Wiranto. Polisi tidak langsung menangkap anggota JAD Bekasi jaringan Abu Zee tersebut.
Abu Zee merupakan pimpinan kelompok JAD Bekasi yang sudah ditangkap pada 23 September lalu. Syahrial Alamsyah (SA) alias Abu Rara dan Abu Zee baru sekali bertemu. Mereka juga sempat berkomunikasi lewat media sosial.
Namun Polri menjelaskan cara bertindak Densus 88 Antiteror kepada terduga teroris diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dua aturan tersebut menjadi dasar polisi tak menangkap Syahrial Alamsyah (SA) alias Abu Rara.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo kemudian menjalaskan, soal Abu Rara yang tak ditangkap sebelum insiden Wiranto karena dinilai belum melakukan persiapan untuk melakukan aksi amaliyah.
“UU 5 tahun 2018 dan 184 KUHAP, kan belum cukup bukti perbuatan tersebut untuk dapat dipidana. Tahapannya baru tahap ketiga, di tahap ini dia lepas dengan kelompok Abu Zee. Kemudian gimana dia mau melakukan amaliyah, kapan, di mana, sasarannya siapa, itu belum bisa di-detect sebelum dilakukan penegakan hukum karena masih belum ada perbuatan melawan hukumnya di situ,” kata Brigjen Dedi Prasetyo, kepada wartawan, Sabtu (12/10/2019).
Dedi menjelaskan bahwa Syahrial Alamsyah (SA) alias Abu Rara dapat diproses hukum saat niat melakukan serangan sudah terbaca.
“Belum ada perbuatan melawan hukumnya seperti ikut idad. Ketika dia sudah idad artinya ada persiapan amaliyah, baru bisa kita tangkap. Kalau dia beli paku, beli pupuk, beli potasium, itu kan tiga bahan yang nggak ada kaitannya, berarti dia mengarah membuat bom. Nah kalau itu, bukti permulaan cukup berarti dia akan buat bom, baru dilakukan penangkapan oleh Densus,” jelas Dedi.
Dedi mengatakan Polri berpedoman pada Pasal 184 KUHAP di mana alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Jika terduga anggota kelompok teroris hanya terpantau mengikuti perkumpulan dari satu tempat ke tempat lain, maka hal itu belum dapat dijadikan bukti permulaan.
“Kalau dia ikut pengajian ke sana, ke sini, tidak bisa dilakukan preventive strike. Kalau Abu Zee dan 8 orang kelompoknya itukan jelas ikut idad, beli TATP, baru bisa dilakukan penangkapan. Kalau dia sudah aktif, bel-beli peralatan yang diduga untuk merakit bom, baru itu harus segera ditangkap sebelum dia melakukan suicide bomb,” kata Dedi.[celebestopnews.com]
Reporter : Dicky Wahab
Editor : Rivo Labbaika