JAKARTA – Anggota Panja Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Teuku Taufiqulhadi menyatakan Pasal 252 Draf RKUHP mengenai ilmu gaib diatur untuk menghindari kesewenangan masyarakat yang dengan mudah menuduh orang lain sebagai dukun, hingga tertuduh dibunuh hanya berdasarkan sangkaan buta.
CELEBES TOP NEWS – “Memang tidak dibuktikan tentang gaib. Pasal itu untuk melindungi kesewenangan masyarakat dengan menuduh sehingga membunuh banyak orang di desa. Dituduh melakukan santet lalu dibunuh tanpa kejelasan,” kata Taufiqulhadi akhir pekan ini, Minggu (22/9/2019).
Menurut Taufiqulhadi maksudnya adalah jika ada seseorang dituduh sebagai dukun atau memiliki ilmu hitam sehingga keberadaannya ditolak oleh masyarakat dan menyebabkan tertuduh itu meregang nyawa, maka yang membunuh akan dipidana.
“Banyak orang tua di kampung itu diserbu dan dibunuh dengan tuduhan dukun santet itu kan cuman dituduh-tuduh saja. Nah, pasal itu fungsinya buat melindungi orang tua itu,” tegasnya.
Dalam pasal tersebut ditunjukkan juga kepada orang yang mengaku dirinya sebagai orang yang memiliki ilmu gaib atau dukun.
“Yang kena pidana ialah mempromosikan dirinya sebagai dukun itu yang dipidana. Namun, apabila hanya dituduh lalu dibunuh, yang membunuh itu yang akan dipidana,” jelasnya.
Namun, Taufiqulhadi mengatakan jika ada seseorang yang merasa dirinya memiliki ilmu hitam tetapi tidak mempromosikan dirinya pemilik ilmu hitam, maka tidak akan dipidana.
“Orang yang mengaku dirinya sebagai dukun santet. Tapi kalau orang yang tidak pernah mengaku dukun santet maka tidak dipidana,” ucap Taufiqulhadi.
Sebelumnya, Pasal 252 yang mengatur tentang ilmu hitam tersebut menjadi salah satu pasal yang dianggap kontroversi oleh masyarakat.
Dalam Pasal 252 Ayat (1) RKUHP menyebutkan bahwa ‘Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV’.
Denda kategori IV, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 79, yakni sebesar Rp 200 juta. [Celebestopnews.com]
Reporter: Wanti
Editor: Galuh Fauzi